Rabu, 17 Juni 2015

GIS CRIME ANALYSIS

GIS CRIME ANALYSIS

1.            Pendahuluan

Surat Al-Faatihah - 2
 




Artinya ;
“Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.”

Dari arti diatas dapat disimpulkan, bahwa mahluk hidup dalam lindungan Allah SWT. Sebagaimana maksud dari kata puji tersebut adalah rasa terimakasih terhadap sang pencipta yaitu Tuhan (Allah SWT). Puji-pujian itu dapat diartikan sebagai rasa terimakasih atas apa yang diberi, termasuk perlindungan dari kejahatan di dunia. Dalam semua kegiatan di dunia ini kita tidak pernah mengetahui apa yang terjadi di kemudian hari, akankah berjalan dengan baik atau bernasib sial, bernasib sial disini banyak artinya termasuk salah satunya kita akan menghadapi kejahatan, baik jasmani dan rohani (Ir H. Bambang Pranggono. Mba). Dari ayat tersebut dapat dikaitkan dengan mata kuliah ini khususnya dengan materi “GIS CRIME ANALYSIS” yang menyangkut kegunaan GIS dalam pemetaan sebuah kasus kriminal.
Menurut Baba Barus (2000), SIG adalah suatu sistem komputer untuk menangkap, mengatur, mengintegrasi, memanipulasi, menganalisis dan menyajikan data yang bereferensi ke bumi secara spasial dan geografis.Sistem Informasi Geografis dapat digunakan sebagai alat bantu dalam melakukan analisis dan pengambilan suatu keputusan. Salah satu bentuk aplikasinya adalah pemetaan tindak kejahatan atau pemetaan kriminal (Crime Mapping) untuk analisis kriminal (Crime Analist). Jenis kejahatan itu terbagi atas empat kategori yaitu tindak kejahatan konvensional (pembunuhan), tindak kejahatan transnasional (narkoba), tindak kejahatan berimplikasi kontijensi (kerawanan sosial), dan tindak kejahatan terhadap kekayaan negara (korupsi). Penegak Hukum sering mengalami kesulitan di dalam optimalisasi sumber daya untuk melakukan kajian dan analisis tindak kejahatan. Integrasi teknologi GIS (Geographic Information System)dengan analisis tindak kejahatan akan sangat membantu secara efisien dalam pemetaan kejahatan strategis.
Pemetaan kriminal sudah lama menjadi bagian terpenting dari analisis kriminal. Sebelum ditemukannya komputer, pemetaan tindak kejahatan sudah dilakukan dengan meletakkan pin pada sebuah peta besar. Satu kekurangan utama yang dihadapi oleh sistem ini adalah data yang lama hilang tertimpa oleh data yang baru. Oleh karena itu, pemetaan elektronis dengan menggunakan sistem komputer yang mempunyai kemampuan untukmenyimpan dan mengorganisasi informasi geografis sangat diperlukan. Seiring dengan perkembangan teknologi, sistem ini ikut berkembang pula dan sekarang dikenal sebagai GIS crime mapping.

2.            Pendekatan dan Metode
Penelitian ini menggabungkan metode statistik (cluster analysis) dan model spasial dengan SIG berdasarkan laporan kejahatan polisi. Ini juga menjelaskan kerangka untuk penyebaran taktis jangka pendek sumber daya polisi di mana tujuannya adalah identifikasi daerah di mana tingkat kejahatan yang tinggi (cukup) untuk memungkinkan model prediksi yang akurat serta menghasilkan peta tematik yang ketat. Hal ini juga merupakan pendekatan untuk "Intelijen yang dipimpin kepolisian" sebagai metodologi strategis untuk menyediakan alat-alat untuk mendukung keputusan oleh departemen kepolisian.






Gambar 1
ILP and Crime Reduction Process
Sumber: Ratcliffe, 2005

Masalah-berorientasi kepolisian bisa digambarkan sebagai pendekatan atau proses dalam suatu departemen kepolisian atau lembaga di mana teori formal peradilan pidana, metode penelitian, dan pengumpulan data dan analisis prosedur yang komprehensif yang digunakan dengan cara sistematis untuk melakukan pemeriksaan mendalam, dikembangkan, informasi tanggapan, dan mengevaluasi kejahatan dan gangguan masalah (Boba, 2003: 2). Jadi, metode ini tidak hanya tentang peta menciptakan, analisis statistik tidak hanya mengidentifikasi pola-pola dengan model, tetapi itu  adalahmemeriksa kondisi yang mendasari kedua masalah sederhana dan kompleksbahwa polisi modern yang harus merespon secara memadai. Karena itu, pemetaan harus bias mengatasi masalah berkembang untuk memahami penyebab struktural yang mengarah pada kejahatan.

3.    Hasil dan Pembahasan
Penggunaan aplikasi dengan menggunakan teknologi informasi berbasis komputer yang tepat guna akan memudahkan pengguna untuk menyimpan dan mengolah data serta memperoleh informasi secara cepat dan aktual. Banyaknya tindak kejahatan yang terjadi di berbagai tempat dan waktu kejadian yang berbeda-beda menyebabkan kesulitan tersendiri dalam menentukan daerah-daerah yang memiliki tingkat kerawanan tinggi. Berdasarkan keterangan di atas, beberapa masalah yang muncul, di antaranya :
1.         Pencatatan data tindak kejahatan yang menggunakan sistem manual tidak terlalu efektif dan efisien untuk memperoleh data secara cepat.
2.         Sulitnya membandingkan tingkat kerawanan antar daerah satu dengan lainnya dalam sistem manual.
3.         Komunikasi yang kurang antara mitra dan perusahaan karena keterbatasan sistem yang lama yang tidak mampu menjangkau beberapa daerah.

Spesifikasi perangkat lunak yang digunakan dalam implementasi sistem ini antara lain:
1.       ArcView GIS 3.3, sebagai pengolahan peta.
2.   MySQL, sebagai pengolah data base/basis data.
3.    Adobe Photoshop 7.0 & SWISHmax, sebagai mendesain tampilan grafis dari antarmuka sistem.
4.   PHP, sebagai bahasa pemrograman.
5.   Macromedia Dreamweaver MX2004 sebagai editor bahasa pemrograman.
6.   Internet Explorer 6.0 sebagai browser.

Fitur-fitur yang ada pada Sistem Informasi Geografis Tindak Kejahatan Multilevel berbasis web (SIGTIKEM) adalah sebagai berikut :
1.    Informasi kepolisian. Informasi ini berupa teks yang berisi segala sesuatu yang berhubungan dengan profil kepolisian. Informasi ini berisi profil mengenai tindak kejahatan dan visi misi.
2.    Informasi tindak kejahatan yang ditampilkan dapat berisikan data seluruh tindak kejahatan ataupun data tertentu hasil pencarian yang berada dalam basis data.
3.    Informasi tindak kejahatan yang dipetakan dalam bentuk berupa peta kecamatan dan kelurahan. Pewarnaan pada kedua peta itu merepresentasikan banyaknya kejahatan yang terjadi berdasarkan pola waktu, tindak kejahatan umum, tindak kejahatan spesifik, bulan, dan tahun kejadian. Masing-masing daerah yang terdapat dalam peta menyimpan informasi tindak kejahatan di daerah tersebut. Dasar pewarnaan penentuan tindak kejahatan diambil antara 0 s.d. 20 mempresentasikan jumlah tindak kejahatan yang terjadi. Dasar pewarnaan diperoleh setelah berdiskusi dengan pengguna untuk membedakan setiap daerahnya. Pewarnaan pada peta ini dibagi menjadi tiga kelompok seperti pada table dibawah






Tabel 1 Pewarnaan Pada GIS Crime Analysis
JUMLAH TINDAK KEJAHATAN
WARNA
KELOMPOK WARNA
>20
1.     Coklat tua
10<JTK<=20
2.     Coklat
JTK<=10
3.     Coklat muda







·                     Analisis Kebutuhan Sistem
Bidang kajian tindak kejahatan yang diambil adalah tindak kejahatan konvensional. Tindak kejahatan konvensional itu sendiri adalah tindak kejahatan yang dilakukan dengan motivasi dan modus tindak kejahatan umum. Tindak kejahatan konvensional terdiri atas tiga bagian utama, yaitu:
1.    Kejahatan terhadap manusia seperti pembunuhan, penganiayaan dengan alat berat (anirat), penganiayaan tanpa alat berat (aniring), penculikan, pemerasan/ancaman, pencurian dengan kekerasan (curas), perkosaan, zinah, pencemaran nama baik/penghinaan, dll.
2.    Kejahatan terhadap harta benda seperti penipuan dan penggelapan, pencurian dengan alat berat (curat), pencurian tanpa alat berat (curing), sengketa rumah/tanah, pemalsuan otentik, asuransi, pencurian kendaraan roda dua (curanmor R-2), pencurian kendaraan roda empat (curanmor R-4), dll.
3.    Kejahatan terhadap masyarakat seperti perjudian, pelacuran, ketertiban, pengrusakan, dll.

Sebelum menggunakan GIS untuk menganalisis data, semua informasi harus Geocode. Geocoding adalah proses menghubungkan alamat dengan koordinat peta sehingga alamat dapat ditampilkan pada peta. Biasanya dalam pemetaan kejahatan, alamat record Geocode ke segmen garis jalan. Tetapi juga dapat Geocode oleh berbagai tingkat skala spasial atau "resolusi", seperti ke pusat massa dari kode pos (dalam vektor atau data raster model). Untuk mendapatkan hasil yang paling akurat dan lengkap, analisis harus bergantung pada yang paling up to date data geografi. Hal ini kadang-kadang sulit untuk pertumbuhan yang cepat dari wilayah perkotaan dan di negara-negara kurang berkembang, daerah dibangun ilegal.
Setelah preprocessing dan geocoding semua informasi, data dianalisis dan dataset terdiri dalam 35.549 catatan polisi, didistribusikan oleh 8 variabel, sesuai dengan coding berikut:
Tabel 2Data Coding Process
 






Menurut Pearson 'koefisien korelasi matriks, tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel yang memungkinkan kita untuk mengidentifikasi variabel sebagai pengamatan independen.Dalam hal informasi keseluruhan, data ini merupakan sebagian kecil dari fenomena kriminal, karena hanya ada dianggap kejahatan yang dilaporkan.

            Tabel 2Person Correlation Matrix
 







Dataset primer terdiri dari satu tahun tindak pidana untuk semua peristiwa individu untuk tahun 2009 di Lisbon County diperoleh dengan otorisasi dari PSP.
Dataset mencakup semua pelanggaran pribadi dan patrimonial. Kejahatan yang paling sering diteliti adalah perampokan terjadi di angkutan umum. Semua catatan memiliki referensi geografis untuk sebuah paroki, yang memungkinkan klasifikasi pelanggaran dan pemetaan mereka dalam GIS.

            Tabel 2Data Histogram
 








Pada analisis kejahatan, peta awalnya diciptakan untuk menunjukkan nilai absolut (tercatat pada tahun 2009) oleh Polisi Keamanan Publik (PSP) di Lisbon, sesuai dengan struktur saat ini 53 wilayah dan struktur baru 24 paroki. Representasi ini adalah hasil dari kejahatan geo-referenced tercatat pada tahun 2009 sebesar 53 paroki yang ada. Untuk mewakili kejahatan sesuai dengan struktur administrasi baru itu perlu untuk data agregat. Wilayah  Santa Maria dos Olivais, di bawah struktur baru akan dibagi menjadi dua paroki, sehingga menimbulkan yang baru, yang Oriente.Dalam kegiatan untuk memperkirakan nilai kejahatan di dua paroki tersebut, maka perlu untuk membagi total antara daerah lama dan daerah baru, mengalikan daerah saat ini. Hasilnya kemudian dikurangkan dari paroki tua dengan maksud untuk memperoleh nilai rata-rata diperkirakan untuk batas baru ini.
Perlu dicatat bahwa data ini tidak bisa tepat karena area yang lebih kecil mungkin memiliki kejahatan yang lebih atau kurang direkam. Namun, untuk tujuan penelitian, metode dapat digunakan, sebagaimana dimaksud selama benar.

 













Gambar 2
Peta Administrasi Kota Lisbon
Sumber: Google.com

Data menunjukkan kepadatan kriminal yang sangat besar di Oriente, tetapi pengetahuan empiris daerah ini dapat memberitahu kita bahwa sebagian besar insiden kriminal terjadi pada lingkungan agregat nya.Selanjutnya, perhitungan kepadatan pidana untuk paroki dibuat, membagi total kejahatan per persegi Km di daerah. Mengenai kepadatan kriminal, divisi administrasi baru memberikan persepsi penurunan angka kejahatan. Namun, fakta ini adalah sebagian terkait dengan peningkatan yang signifikan di daerah beberapa paroki, sehingga mengurangi kepadatan kejahatan. Untuk memahami bagaimana hal itu akan menjadi representasi spasial kejahatan menurut penduduk kota, ia diciptakan tingkat kejadian kriminal, membagi jumlah kejahatan oleh penduduk; hasilnya dinyatakan dalam ‰.





 




























                            







Gambar 3
Peta Kasus Kriminal/Km2
Sumber: www.ejise.com


Data yang digunakan untuk perhitungan adalah dari tahun 2001, Sensus Penduduk yang dilakukan oleh Institut Statistik Nasional (INE). Ini akan sesuai untuk menggunakan nilai-nilai yang lebih baru (misalnya penduduk pada tahun 2009) tapi itu tidak mungkin karena fakta bahwa sensus dibuat setiap 10 tahun.
            fakta bahwa bagian selatan kota, sesuai dengan distrik pusat kota, sesuai dengan daerah yang memiliki jumlah tertinggi kejahatan, terutama karena merupakan pusat kegiatan ekonomi, keuangan dan komersial utama. Tapi juga karena itu adalah utama pariwisata "spot" di kota, yang memicu aktivitas kriminal.
Untuk mencapai perspektif yang berbeda ketika menganalisis hasil kejahatan di seluruh kota, diputuskan untuk membuat jumlah populasi penduduk dengan mobilitas penduduk (populasi yang masuk dan beredar di kota seperti pekerja harian dan wisatawan), dalam arti bahwa hanya dengan menganalisis statistik kriminal sesuai dengan populasi penduduk Lisbon, mungkin terlalu menekankan intensitas terjadinya. Tentu saja dengan asumsi bahwa sejumlah besar populasi penduduk ditambah kelompok lain dapat menyebabkan tingkat kejahatan yang lebih tinggi. (Machado, et al 2007:.. 138).

4.            Kesimpulan
Dalam beberapa tahun terakhir, para peneliti dan teknisi telah membuat kemajuan besar dalam memanfaatkan kemampuan analitik GIS untuk melacak pola kejahatan dari waktu ke waktu dan kemudian menggunakan informasi ini untuk membuat model prediksi. Kemajuan ini berubah GIS dalam alat yang berharga untuk membantu dan mendukung strategi pengambilan keputusan bagi pasukan polisi dan keamanan.Sekarang banyak lembaga penegak hukum telah mengadopsi pemetaan kejahatan dan mulai menghasilkan jenis alat yang disebutkan, mereka ingin lebihAnalisis spasial dapat digunakan untuk mengidentifikasi pola-pola kejahatan. Jenis penelitian memfasilitasi pengetahuan untuk mengambil keputusan strategis untuk memerangi fenomena kriminal. Namun, hanya pada skala mikro, data kriminal dapat dianggap sebagai berguna untuk perencanaan strategis terhadap kejahatan.





            Daftar Pustaka
            Electronic Journal Information Systems Evaluation, “GIS Crime Analysis”. Diunduh pada tanggal 10 April 2015.
            Baba Barus, Nurdiati Sri and Dwi Prasetyo , “Development of Geographic Information Systems Crime Web-based Multilevel”. Diunduh pada tanggal 07 April 2015.

Brangtiham Paul. “Environmental Criminology”. Diunduh pada tanggal 07 April 2015

Jumat, 03 April 2015

Pertemuan Ke 4 SIP 310315 Konversi Peta Konvensional (Peta Cetak) Ke dalam Model Vektor


Tabel 1 Pemodelan Dasar Data Geo-Spasial


Tabel 2 Penempatan Data Spasisal dan Non-Spasial


Tabel 3 Perbedaan Peta Konvensional dan Peta Digital
No
Konvensional
Digital
1
Statis tidak harus merubah data
Statis Dan Dinamis
2
Proses Updating Mahal harus buat peta lagi
Proses Updating Murah
3
Rigid
Fleksibel
4
Diskrit (Lembar Per Lembar)
Kontinu Dan Yang Perlu Saja
5
Analisis Dan Modeling Secara Langsung Tidak Mungkin
Analisis Dan Modeling Secara Langsung Sangat Mungkin
6
Menurunkan (Generate) Data Perlu Interpretasi
Menurunkan (Generate) Tidak Perlu Interpretasi


Konsep Vektor dan Raster



Proses Rasterisasi 


Sumber: Bahan Kuliah SIP Universitas Islam Bandung

Pertemuan SIP Ke 3 Sistem Penomoran Indeks Peta BIG

Menurut PP 10 Tahun 2000 disebutkan bahwa peta adalah suatu gambaran dari unsur-unsur alam dan atau buatan manusia, yang berada di atas maupun di bawah permukaan bumi yang digambarkan pada suatu bidang datar dengan skala tertentu.
Salah satu peta yang dihasilkan oleh BAKOSURTANAL adalah Peta Rupabumi Indonesia (RBI). Peta RBI yang dihasilkan oleh BAKOSURTANAL meliputi skala 1:1.000.000, 1:250.000, 1:100.000, 1:50.000, 1:25.000 dan 1:10.000 dimana seluruh wilayah Indonesia dibagi ke dalam grid-grid ukuran peta yang sistematis.
Semua lembar peta tepat antara satu dengan lainnya, demikian pula ukurannya sama untuk setiap lembar. Ukuran lembar peta tergantung dari skala peta yang dibuat. Ukuran lembar Peta Rupabumi Indonesia mengacu pada sistem grid UTM seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Ukuran lembar peta berdasarkan skala peta
Skala Peta
Ukuran Lintang (L)
Ukuran Bujur (B)
1 : 1.000.000
4 °
6 °
1 : 500.000
2 °
3 °
1 : 250.000
1 °
1 ° 30’
1 : 100.000
30‘
30’
1 : 50.000
15’
15’
1 : 25.000
7’ 30”
7’ 30”
1 : 10.000
2’ 30”
2’ 30”

Dari Tabel 1 dapat dilihat terjadi beberapa variasi luas cakupan area peta, sehingga pembagian suatu nomor lembar peta (NLP) memberikan jumlah matriks yang tidak seragam, misalnya berjumlah 4 atau 9. Sistematika pembagian ukuran peta skala 1:1.000.000 hingga 1:10.000 seperti pada Gambar 1.

Gambar 1. Sistematika Ukuran Peta (dari skala 1:1.000.000 sampai 1:10.000)
Setiap negara mempunyai sistem penomoran peta masing-masing. Oleh karena itu nomor peta umumnya unik. Sistem penomoran Peta Rupabumi Indonesia dalam bentuk kode numerik. Dari nomor tersebut dapat diketahui lokasi dimana suatu daerah berada lengkap dengan skala petanya.
Sistematika penomoran indeks peta di Indonesia dimulai dari 900 BT dan 150 LS dan seterusnya hingga ke arah Utara dan ke arah Timur. Sistem penomoran untuk lembar Peta Rupabumi Indonesia dimulai dari skala 1:250.000 (4 digit) lalu diturunkan sampai ke skala 1:10.000 (8 digit).
Urutan penomoran Peta Rupabumi yang diterbitkan BAKOSURTANAL mengikuti aturan tertentu dimana secara skematis penomorannya tersaji pada Gambar 2 dan keterangan untuk setiap pembagian wilayah dan sistematika penomorannya tersaji pada Tabel 2. Gambar 2 adalah contoh untuk nomor 1209 yang merupakan nomor untuk wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya.

Gambar 2. Urutan Penomoran Peta Rupabumi Indonesia

Tabel 2. Seri Peta Rupabumi Indonesia
Nomor NLP
Keterangan
1209
Nomor lembar peta skala 1 : 250.000, format 1 ° x 1 ° 30’. Satu NLP dibagi menjadi 6 NLP pada skala 1 : 100.000 masing-masing berukuran 30’ x 30’
1209 - 1
Nomor lembar peta skala 1 : 100.000, format 30’ x 30’. Satu NLP dibagi menjadi 4 NLP pada skala 1 : 50.000 masing-masing berukuran 15’ x 15’
1209 - 43
Nomor lembar peta skala 1 : 50.000, format 15’ x 15’. Satu NLP dibagi menjadi 4 NLP pada skala 1 : 25.000 masing-masing berukuran 7’ 30” x 7’ 30”
1209 - 224
Nomor lembar peta skala 1 : 25.000, format 7’ 30” x 7’ 30”. Satu NLP dibagi menjadi 9 NLP pada skala 1 : 10.000 masing-masing berukuran 2’ 30” x 2’ 30”
1209 - 6229
Nomor lembar peta skala 1 : 10.000, format 2’ 30” x 2’ 30”